Jakarta (primedailydigest.com) – Hujan es adalah salah satu fenomena alam yang jarang terjadi di daerah tropis, termasuk Indonesia. Namun, insiden ini masih dapat terjadi, terutama selama transisi musim atau transisi.
Fenomena Hail baru -baru ini mencapai beberapa daerah di wilayah khusus Yogyakarta pada hari Selasa (11/3) sore, yang menunjukkan bahwa kondisi atmosfer di wilayah tropis dapat mendukung pembentukan hujan es.
Proses pembentukan hujan es
Hujan es terbentuk di awan cumulonimbus (CB), yang merupakan awan badai dengan perkembangan vertikal yang sangat tinggi. Awan ini dapat mencapai ketinggian lebih dari 15 kilometer dengan suhu puncak awan yang mencapai minus 7,2 derajat Celcius atau lebih rendah. Dalam kondisi ini, uap air yang terkandung dalam awan mengalami pendinginan yang ekstrem dan membentuk butiran es.
Proses utama yang menyebabkan hujan es adalah updraft dan downtraft yang sangat kuat di awan CB. Updrraft adalah peningkatan arus udara yang membawa butiran air ke bagian atas awan dengan suhu yang sangat dingin. Butir air kemudian membeku dan membentuk kristal es. Dalam kondisi atmosfer yang sangat tidak stabil, updraft yang sangat kuat (10-40 m/s) memungkinkan butiran es diperbesar karena peningkatan lapisan es di permukaannya.
Ketika butiran es cukup berat dan tidak bisa lagi ditahan oleh arus udara ke atas, itu akan jatuh ke permukaan bumi seperti hujan es. Jika butiran es tidak punya waktu untuk meleleh dalam perjalanan ke tanah, maka fenomena hujan es pun terjadi. Kejadian ini sering disertai dengan hujan lebat dan angin kencang, yang semakin memperkuat efek cuaca ekstrem.
Baca Juga: Fenomena Hujan Salam Mengembangkan Sejumlah Bidang di Yogyakarta
Faktor -faktor yang menyebabkan hujan es di daerah tropis
Meskipun lebih umum pada iklim sedang atau subtropis, hujan es masih dapat terjadi di negara -negara tropis seperti Indonesia. Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya fenomena ini meliputi:
1. Waktu transisi musim (Pancaroba)
Periode transisi dari musim hujan ke musim kemarau (Maret-April) dan sebaliknya (September-Oktober) sering memicu cuaca ekstrem, termasuk hujan es. Pada saat ini, udara menjadi lebih tidak stabil, sehingga proses konveksi yang kuat lebih mudah.
2. Cumulonimbus Clouds (CB) yang tumbuh tinggi
Awan CB yang berkembang untuk menembus batas level beku (lapisan atmosfer di mana suhu mencapai titik beku) meningkatkan kemungkinan pembentukan hujan es.
3. Perubahan iklim dan variabilitas cuaca
Efek perubahan iklim yang menyebabkan peningkatan suhu ekstrem dapat memperkuat perbedaan suhu primedailydigest.com permukaan bumi dan atmosfer atas, sehingga meningkatkan potensi pembentukan awan badai dan hujan es.