Jakarta (primedailydigest.com) – Pernikahan Siri masih menjadi pilihan beberapa pasangan karena berbagai alasan, mulai dari kondisi pribadi hingga faktor budaya.
Meskipun dianggap sah secara agama, pernikahan ini tidak diakui oleh negara karena tidak secara resmi dicatat dalam Kantor Urusan Agama (KUA). Ketika pasangan yang menikahi Siri ingin hidup bersama secara terbuka dan mendapatkan perlindungan hukum, muncul pertanyaan adalah apakah mereka perlu menikah lagi?
Topik ini bukan hanya masalah administrasi, tetapi juga melibatkan aspek hukum dan sosial, terutama untuk wanita dan anak -anak yang lahir dari pernikahan.
Konsekuensi pernikahan Siri: Siapa yang paling dirugikan?
Ada berbagai alasan di balik praktik pernikahan Siri, yaitu terhalang oleh berkat orang tua, ingin menghindari perzinahan, atau sebagai cara untuk poligami. Namun, harus dipahami bahwa wanita biasanya merupakan pihak yang paling dirugikan.
Karena tidak ada catatan resmi, istri Siri tidak memiliki kekuatan hukum di mata negara itu. Yaitu, ketika ada perceraian, kekerasan dalam rumah tangga, atau perjuangan untuk hak asuh anak, ia tidak dapat mengajukan klaim ke pengadilan agama. Selain itu, distribusi aset dan warisan gono-gini menjadi sulit karena statusnya tidak dicatat secara hukum.
Baca juga: Wanita dan anak -anak rentan terhadap berbahaya, ini adalah risiko pernikahan Siri
Bagaimana melegalkan pernikahan siri
Banyak yang berpikir bahwa untuk melegalkan pernikahan Siri, pasangan harus diterjemahkan kembali di depan pangeran resmi. Namun, kenyataannya tidak selalu terjadi. Dalam banyak kasus, yang dibutuhkan adalah pengesahan pernikahan melalui proses pernikahan di pengadilan agama.