Jakarta (primedailydigest.com) – Istilah “Ngabuburit” sangat akrab di telinga komunitas, terutama ketika Ramadhan tiba. Kata itu mengacu pada aktivitas menunggu untuk memecahkan puasa yang biasanya diisi dengan berbagai kegiatan yang menyenangkan dan berguna.
Namun, tahukah Anda di mana sebenarnya asal istilah “ngabuburit”? Mari kita tinjau sejarah dan berbagai kegiatan tradisi Ramadhan yang satu ini.
Ngabuburit berasal dari Sundan
“Ngabuburit” adalah istilah yang berasal dari Sunda, terutama dari kata dasar “Burit” yang berarti malam atau malam hari.
Dalam struktur bahasa Sundan, informasi waktu kata seperti Bern dapat berubah menjadi kata kerja dengan menambahkan awalan “nga-“, sehingga kata “ngabuburit” dibentuk yang berarti melakukan kegiatan tertentu sambil menunggu sore tiba tiba .
Menurut Kamus Bahasa Sunda yang disusun oleh Institut Bahasa dan Sastra Sunda (LBSS), istilah “Ngabuburit” berasal dari kata “Burit Ngalantung Ngadagoan”, yang berarti bersantai untuk menunggu kedatangan sore hari.
The Sundanese-Indonesian dictionary published by the Ministry of Education and Culture in 1985 also noted that Burit had the meaning of “Dusk,” while “Ngabuburit” refers to the activities of walking or doing other activities to fill the time until evening, especially during Bulan Ramadhan.
Sementara itu, kata “ngabuburit” termasuk dalam Kamus Indonesia Besar (KBBI), yang “menggembung” yang didefinisikan sebagai kegiatan yang menunggu waktu untuk berbuka puasa sebelum panggilan malam untuk berdoa di bulan Ramadhan.
Sejarah muncul istilah “ngabuburit”
Istilah “Ngabuburit” telah dikenal sejak lama, bersama dengan dimasukkannya pengaruh Islam ke wilayah Sundan.
Tradisi ini berkembang dengan cepat, terutama pada 1980 -an, ketika orang -orang muda di Bandung mulai mengadakan acara musik nuansa Islam untuk mengisi waktu sebelum memecahkan puasa.
Seiring dengan popularitasnya, kegiatan Ngabuburit semakin meluas ke berbagai daerah di Indonesia.
Awalnya istilah bahasa Sunda yang khas, sekarang Ngabuburit telah menjadi bagian dari bahasa nasional dan banyak digunakan oleh masyarakat dari berbagai latar belakang budaya.
Distribusi ini juga didukung oleh peran media massa, dan kemudahan pengucapan istilah ini untuk penutur non-Sundana, sehingga semakin diterima secara luas.
Namun, di berbagai daerah di Indonesia, tradisi menunggu untuk memecahkan puasa juga memiliki istilah unik yang mencerminkan budaya lokal.
Dalam bahasa Minangkabau, istilah yang digunakan adalah “Malingah Puaso”, yang berarti melakukan berbagai kegiatan untuk mengalihkan kehausan dan kelaparan selama puasa.
Di Kalimantan Selatan, orang -orang suku Banjar menyebut kegiatan ini istilah “pangkalan”, yang berarti berjalan pada senja.
Sementara itu di Madura, Ngabuburit dikenal karena beberapa istilah, seperti “Nearè Malem”, yang berarti mencari malam, dan “dekat Bhuka'an”, yang berarti mencari makanan untuk berbuka puasa.